KALAU diingat-ingat, masa SD itu
menyeramkan ya. 3 tahun yang lalu gue masih mengenakan seragam merah-putih,
setiap senin hingga selasa pagi. Gue inget banget pertama kali menginjakkan
kaki di sekolah itu. Gue cium tangan nyokap gue lalu masuk ke gerbang sekolah.
Setelah beberapa langkah melewati gerbang, gue berhenti sambil mengedarkan
pandangan ke seleruh penjuru sekolah, dan yang gue dapatkan hanya anak-anak
yang memeluk paha ibunya. Gue kurus banget waktu itu, tas gue juga masih warna
– warni, dan gue pendiam banget seperti patung berjalan. Mata gue melebar
ketakutan ketika bingung apa yang harus gue lakuin, teman aja gak punya, gue
aja lupa teman tk gue siapa aja, syukur kalau saja ada tetangga yang masukin
anaknya ke sekolah itu dan nyapa gue. Akhirnya gue memutuskan untuk berjongkok
dan mencabuti rumput-rumput yang tumbuh di dekat gue. Gue sangat sibuk dengan
rumput-rumput pagi itu.
Selang beberapa menit, suara bel
berdering lantang. Seorang guru perempuan keluar dari salah satu ruangan lalu
menyuruh para murid-murid baru untuk berkumpul di ruangan itu. ‘Ya ibu-ibu,
bapak-bapak, anaknya sudah bisa diantar masuk.’ Kata ibu guru itu. Dengan cepat
para orang tua menuntun anaknya untuk masuk ke dalam kelas. Gue bingung harus
bebuat apa, jadi, gue ikutan lari ke dalam kelas. Namun terlambat, tempat duduk
barisan pertama sudah penuh padahal gue sudah ngincar meja yang berhadapan
langsung dengan gurunya. Tempat duduk yang tersisa hanyalah meja di pojok
belakang kelas, tepat di sudutnya. Dengan wajah setengah bego, gue jalan ke
meja itu dan mendapati coret-coretan dari pensil. Saat gue duduk, gue bingung
melihat beberapa anak yang masih berdiri sambil melipat tangan di atas meja. Karena
gue pendiam dan pemalu jadi gue gak tanya alasannya.
Saat-saat yang paling menakutkan
dan mengerikan adalah ketika memperkenalkan diri di depan manusia-manusia yang
wujudnya baru gue temui hari itu juga. Ternyata bukan cuma gue aja yang
ketakutan, teman gue yang duduknya paling belakang sama seperti gue, wajahnya
pucat dan bibirnya kering. Beberapa menit kemudian orang tuanya masuk dan
membawa keluar manusia itu. Sakit ternyata. Selain itu, ada juga yang sudah
berdiri di depan kelas tapi hanya bisa
melirik sepatunya yang menyala-nyala. Yang paling ‘cerdas’ menurut gue, teman
gue yang pura-pura lupa namanya siapa. Cerdas.
Tidak terasa sudah dua bulan
sekolah itu menampung gue. Hari-hari gue penuh warna. Tapi, tidak pada hari
itu. Saat bel istirahat berbunyi, gue melangkahkan kaki keluar pintu kelas dan
melihat dua ambulan parkir di depan pagar sekolah gue. ‘Apa itu?’ pertanyaan
pertama yang muncul di otak gue. ‘Untuk apa itu?’ pertanyaan kedua yang
mengambang di otak gue. Kemudian, salah seorang teman gue menepuk pundak gue
dan berkata ‘Kata mamaku gak sakit, cuma kaya digigit semut.’ Lalu gue
membalas, ‘kamu ngomong apa?.’ Setelah jam istirahat berakhir, saat kami sudah
berada di dalam kelas, para dokter dan suster menghampiri kelas kami dengan
membawa tas khasnya. ‘Ya anak anak hari ini akan ada penyuntikan untuk menjaga sistem
kekebalan tubuh kalian ya.’ Kata guru gue sambil membawa absen di tangannya. ‘Andi?’
guru gue menyebutkan nama teman gue yang kebetulan berada di no 1, gue sangat
bersyukur memiliki nama awalan M. Gue melihat Andi sangat ketakutan dengan jalannya
yang seperti robot. Dokter itu mengeluarkan suntikan dan menyuntikannya sedikit
ke udara untuk memastikan suntiknya tidak mengalami penghambatan. ‘Andi, tidak
sakit kok, hanya sedikit.’ Kata dokter itu. Suntik itu mendekat ke lengan Andi.
Tapi, jarum itu belum sempat menyentuh kulit Andi, dia sudah berlari keluar
kelas dengan teriakan ala pemain sinetron yang berdiam saat mau di tabrak
mobil.
Ya, meskipun sekarang gue sudah
duduk di bangku SMP dan menuju SMA, gue masih inget detail kejadian-kejadian
yang membekas di kepala gue seperti masuk parit, pup di celana tapi gak
ketahuan, dan nyari berudu di got-got sekolah. Gue berterima kasih banget buat
SD gue yang sudah ngajarin gue trik kalau lupa ngerjain tugas, cara nyanyi di
depan kelas, cara sembunyi kalau lupa pakai topi saat upacara, dan thanks
banget karena udah membimbing gue ke jalan yang benar. Gue rindu Indomie Pak
Munir.
jadi ingat pas teman gw kencing di celana gara2 malu permisi hahahahaha
ReplyDeleteminta temenin temenmakanya wkwk
Deleteartikelnya kok pakek bahasa non-baku gitu ? gak apa2 emang ?
ReplyDeletetergantung sih, klo kaya lomba2 gitu musti pakai bahasa baku biar bagus, klo blog kek gini terserah sih sebenarnya, biar beda aja hehe dan biar mudah dimengerti :)
Deletewkwkwkw, jadi inget masa2 SD gan :D
ReplyDeleteiya nih :(
DeleteCurhat heheh
ReplyDelete:))
DeleteCurhat heheh
ReplyDeleteHAHAHAHAHA mantap gan.. ingat dulu waktu sekolah.
ReplyDeleteiya wkwk
Deleteklo inget masa2 duduk di bangku SD,ane teringat pas ngitip memeknya bu guru di bawah bangku...hahahaaa
ReplyDeleteastaga haha
Deletehaha
ReplyDeletejadi inget masa-masa sd, cinta pertama gua pas di kelas 5 sd, pas kelulusan gua tembak dia, gua di tolak :'(
ReplyDeletesabar, cari yg baru wkwk
Deletemasa SD hahaha:-D
ReplyDeletejadi pengen balik lagi :'( :'(
iya haha,
Deletepas sd ngomong gini "ahh mau cepet2 tamat sekolah"
Kalau saya gan Masa TK gak terlupakan,roti tawar nempel di elak2 kan mulut,mpe nafas susah,mpe d bantuin guru buat keluarin roti itu.hehe.seru sih cerita masa kecil :)
ReplyDelete