Monday, November 30, 2015

Dasar! Sekolah


KALAU diingat-ingat, masa SD itu menyeramkan ya. 3 tahun yang lalu gue masih mengenakan seragam merah-putih, setiap senin hingga selasa pagi. Gue inget banget pertama kali menginjakkan kaki di sekolah itu. Gue cium tangan nyokap gue lalu masuk ke gerbang sekolah. Setelah beberapa langkah melewati gerbang, gue berhenti sambil mengedarkan pandangan ke seleruh penjuru sekolah, dan yang gue dapatkan hanya anak-anak yang memeluk paha ibunya. Gue kurus banget waktu itu, tas gue juga masih warna – warni, dan gue pendiam banget seperti patung berjalan. Mata gue melebar ketakutan ketika bingung apa yang harus gue lakuin, teman aja gak punya, gue aja lupa teman tk gue siapa aja, syukur kalau saja ada tetangga yang masukin anaknya ke sekolah itu dan nyapa gue. Akhirnya gue memutuskan untuk berjongkok dan mencabuti rumput-rumput yang tumbuh di dekat gue. Gue sangat sibuk dengan rumput-rumput pagi itu.



Selang beberapa menit, suara bel berdering lantang. Seorang guru perempuan keluar dari salah satu ruangan lalu menyuruh para murid-murid baru untuk berkumpul di ruangan itu. ‘Ya ibu-ibu, bapak-bapak, anaknya sudah bisa diantar masuk.’ Kata ibu guru itu. Dengan cepat para orang tua menuntun anaknya untuk masuk ke dalam kelas. Gue bingung harus bebuat apa, jadi, gue ikutan lari ke dalam kelas. Namun terlambat, tempat duduk barisan pertama sudah penuh padahal gue sudah ngincar meja yang berhadapan langsung dengan gurunya. Tempat duduk yang tersisa hanyalah meja di pojok belakang kelas, tepat di sudutnya. Dengan wajah setengah bego, gue jalan ke meja itu dan mendapati coret-coretan dari pensil. Saat gue duduk, gue bingung melihat beberapa anak yang masih berdiri sambil melipat tangan di atas meja. Karena gue pendiam dan pemalu jadi gue gak tanya alasannya.

Saat-saat yang paling menakutkan dan mengerikan adalah ketika memperkenalkan diri di depan manusia-manusia yang wujudnya baru gue temui hari itu juga. Ternyata bukan cuma gue aja yang ketakutan, teman gue yang duduknya paling belakang sama seperti gue, wajahnya pucat dan bibirnya kering. Beberapa menit kemudian orang tuanya masuk dan membawa keluar manusia itu. Sakit ternyata. Selain itu, ada juga yang sudah berdiri di depan  kelas tapi hanya bisa melirik sepatunya yang menyala-nyala. Yang paling ‘cerdas’ menurut gue, teman gue yang pura-pura lupa namanya siapa. Cerdas.

Tidak terasa sudah dua bulan sekolah itu menampung gue. Hari-hari gue penuh warna. Tapi, tidak pada hari itu. Saat bel istirahat berbunyi, gue melangkahkan kaki keluar pintu kelas dan melihat dua ambulan parkir di depan pagar sekolah gue. ‘Apa itu?’ pertanyaan pertama yang muncul di otak gue. ‘Untuk apa itu?’ pertanyaan kedua yang mengambang di otak gue. Kemudian, salah seorang teman gue menepuk pundak gue dan berkata ‘Kata mamaku gak sakit, cuma kaya digigit semut.’ Lalu gue membalas, ‘kamu ngomong apa?.’ Setelah jam istirahat berakhir, saat kami sudah berada di dalam kelas, para dokter dan suster menghampiri kelas kami dengan membawa tas khasnya. ‘Ya anak anak hari ini akan ada penyuntikan untuk menjaga sistem kekebalan tubuh kalian ya.’ Kata guru gue sambil membawa absen di tangannya. ‘Andi?’ guru gue menyebutkan nama teman gue yang kebetulan berada di no 1, gue sangat bersyukur memiliki nama awalan M. Gue melihat Andi sangat ketakutan dengan jalannya yang seperti robot. Dokter itu mengeluarkan suntikan dan menyuntikannya sedikit ke udara untuk memastikan suntiknya tidak mengalami penghambatan. ‘Andi, tidak sakit kok, hanya sedikit.’ Kata dokter itu. Suntik itu mendekat ke lengan Andi. Tapi, jarum itu belum sempat menyentuh kulit Andi, dia sudah berlari keluar kelas dengan teriakan ala pemain sinetron yang berdiam saat mau di tabrak mobil.

Ya, meskipun sekarang gue sudah duduk di bangku SMP dan menuju SMA, gue masih inget detail kejadian-kejadian yang membekas di kepala gue seperti masuk parit, pup di celana tapi gak ketahuan, dan nyari berudu di got-got sekolah. Gue berterima kasih banget buat SD gue yang sudah ngajarin gue trik kalau lupa ngerjain tugas, cara nyanyi di depan kelas, cara sembunyi kalau lupa pakai topi saat upacara, dan thanks banget karena udah membimbing gue ke jalan yang benar. Gue rindu Indomie Pak Munir.

20 comments:

  1. jadi ingat pas teman gw kencing di celana gara2 malu permisi hahahahaha

    ReplyDelete
  2. artikelnya kok pakek bahasa non-baku gitu ? gak apa2 emang ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. tergantung sih, klo kaya lomba2 gitu musti pakai bahasa baku biar bagus, klo blog kek gini terserah sih sebenarnya, biar beda aja hehe dan biar mudah dimengerti :)

      Delete
  3. wkwkwkw, jadi inget masa2 SD gan :D

    ReplyDelete
  4. HAHAHAHAHA mantap gan.. ingat dulu waktu sekolah.

    ReplyDelete
  5. klo inget masa2 duduk di bangku SD,ane teringat pas ngitip memeknya bu guru di bawah bangku...hahahaaa

    ReplyDelete
  6. kwkwkw gereget kali orang tu lupa nama :v nice

    ReplyDelete
  7. jadi inget masa-masa sd, cinta pertama gua pas di kelas 5 sd, pas kelulusan gua tembak dia, gua di tolak :'(

    ReplyDelete
  8. masa SD hahaha:-D
    jadi pengen balik lagi :'( :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya haha,

      pas sd ngomong gini "ahh mau cepet2 tamat sekolah"

      Delete
  9. Kalau saya gan Masa TK gak terlupakan,roti tawar nempel di elak2 kan mulut,mpe nafas susah,mpe d bantuin guru buat keluarin roti itu.hehe.seru sih cerita masa kecil :)

    ReplyDelete